Wempy Dyocta Koto |
Karena prestasinya, ia mendapat hadiah dari
kampusnya untuk melanjutkan pendidikan S3 di manapun di seluruh dunia ini yang
ia suka. Oxford di UK, Harvard di Amerika, atau yang lainnya. Tadinya ia ingin
kuliah di Amerika, tapi dosennya bilang, "Kalau kamu ke New York kuliahmu
gak akan selesai-selesai nanti karena kamu pasti akan jalan-jalan terus di
sana. Wempy, kamu orang Indonesia. Apakah kamu bisa berbahasa Indonesia?"
"Tidak."
"Apakah kamu tau Indonesia?"
"Tidak."
"Bagaimana kalau kamu kuliah di
Indonesia saja?"
Wempy pun dengan senang akhirnya memilih
kuliah di Universitas Indonesia. Pulang ke negeri asalnya. Hari pertama ia
diantar Sang Ibunda ke asrama mahasiswa UI. Cerita Wempy, Sang Ibu menangis
sedih karena kamar Wempy sangat sempit dengan fasilitas seadanya. Tanpa AC,
hanya ada kipas di langit-langit. Sangat kontras dengan kehidupannya yang serba
nyaman dan wah di Sydney. Tapi, Wempy menerimanya dengan senang hati. Ia
mengaku mengalami culture shock saat itu.
Lulus dari UI ia kerja di perusahaan
keuangan terbesar di dunia yang kantornya di Australia. Waktu usianya 20 tahun,
ia telah berpenghasilan USD 300,000 (Rp 300 juta) per bulan (atau per tahun?).
Ia pun membeli rumah kesatu, kedua, ketiga, keempat, dan banyak rumah lagi
sebagai investasi masa mudanya. Dan.... semua properti itu ia beli di kawasan
elit! ia pun mempunyai mobil mewah.
Suatu ketika ia keluar dari salah satu
rumahnya menuju rumahnya yang lain dengan mengendarai mobil mewah. Di tengah
perjalanan ia menghentikan mobilnya dan menangis. Ia melihat teman-teman seusianya
masih bersusah payah bekerja di McD dan di tempat-tempat lain, tapi ia telah
memiliki segalanya. Sejak kecil selalu berkecukupan bahkan lebih. Ia merasa
hampa. Meski secara ekonomi ia sangat berkecukupan, tapi ia merasa ada sesuatu
yang kurang. Ia menangis dan bertanya, "What's wrong with my life?!"
Dari Australia Wempy pindah ke Singapura.
Ia tinggalkan semua properti dan kehidupan nyamannya. Ia memulai hidup dari nol
di Singapura. Ia ingin merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ia pun menuai
sukses di Singapura dengan income sangat besar.
Ia berperan dalam membesarkan beberapa
perusahaan ternama seperti Samsung, LG, dll. Ia bolak-balik ke Korea untuk
keperluan bisnisnya. Kemudian ia pindah kerja ke Hongkong. Lalu ke London, San
Fransisco, dll. Pada usianya yang sekarang ia merasa, "Sudah saatnya
kembali ke Indonesia dan membangun negeri tanah kelahiran." Ia telepon
Sang Ibunda, "Mama, aku pindah ke Jakarta. Aku balik ke Indonesia. One
way." ia mengisyaratkan akan menetap di Indonesia dan tidak pindah-pindah
ke luar negeri lagi.
Ibunya seolah tak percaya, "Apakah
kamu serius memilih pindah ke Jakarta?"
Segala kesuksesan telah ia raih. Tapi, ia
telah mempertimbangkan kemacetan Jakarta, banjir, birokrasi yang sulit, panas,
dan serba-serbi kekurangan Indonesia. Tapi, ia yakin bisa. Bisa memberikan
kontribusi untuk negerinya agar bisa maju dan mendorong para pengusaha lokal
untuk Go International!
Mimpinya, ia senang melihat orang lain bisa
jalan-jalan ke luar negeri seperti dirinya. "Saya ingin ketika
Mimpinya, ia senang melihat orang lain bisa
jalan-jalan ke luar negeri seperti dirinya. "Saya ingin ketika saya
jalan-jalan di Tokyo, di Eropa, di Amerika, di mana pun di luar negeri, maka
saya akan mudah menemukan orang Indonesia. Mudah menemukan produk Indonesia.
Itu cita-cita saya."
Di antara produk brand lokal yang sudah ia
bantu ke pasar internasional diantaranya Kebab Turki Baba Rafi, Ayam Bakar Mas
Mono, Keripik Ma' Icih, dll.
Menurutnya, yang salah di Indonesia ini
adalah, "Kita ini terlalu tergantung pada natural resources (sumber daya
alam/SDA) kita. Kita terlalu fokus mengurus itu. Seharusnya fokus kita kepada
human resources-nya (sumber daya manusia), karena ia yang mengelola SDA.
"Never stop learning. Jangan berhenti
belajar. Terus develop (kembangkan) diri selamanya. Saya sampai sekarang masih
terus belajar. Berapa minggu sekali saya ke Netherland untuk belajar
leadership."
"Sekolah lah setinggi mungkin. Ilmu
itu tak ada batasnya. Belajarlah darimana saja dan dari siapa saja. Dorong
anak-anak Anda untuk dapat bersekolah di luar negeri. Jangan berhenti kuliah.
Selesaikan kuliah lalu kuliah lagi dan terus belajar."
"Uang itu gampang. Mudah dicari.
Sedangkan pendidikan itu sulit. Carilah pendidikan. Ketika kamu fokus pada
pendidikan maka sesungguhnya kamu fokus pada kekayaan. When you stop learning,
you stop earning. Ketika kamu berhenti belajar maka kamu berhenti
menghasilkan."
"Jika kita bisa mengolah SDA kita
dengan teknologi tinggi, maka margin/keuntungan yang kita dapat semakin besar.
Singapura tidak punya SDA seperti Indonesia. Ia membeli bahan baku dari kita
dengan harga murah lalu diolahnya kemudian hasilnya ia jual dengan harga
mahal."
"Dalam menghadapi ASEAN Economic
Community/Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan perdagangan global, jika
ingin berhasil, menurut saya yang terpenting bukanlah mengalahkan atau
menjatuhkan kompetitor kita, tapi yang paling penting adalah berkolaborasi
dengan kompetitor kita."
Ustadz Valentino Dinsi, SE, MM, MBA yang
duduk di sebelah kanan saya mengangguk-angguk setuju/membenarkan pernyataan
Wempy ini. Ya, kolaborasi. Bukan mengalahkan. Bukan menjatuhkan lawan.
Saat ini China mengakuisisi perusahaan
industri makanan besar dari Amerika. "Kalau kita bisa membeli perusahaan
yang telah maju dan sistem bisnisnya telah rapi, ngapain kita harus memulai
dari nol? Lebih baik kita memulai langsung dari atas dan melesat." Ustadz
Valentino Dinsi kembali mengangguk-angguk tanda sepakat dengan pernyataan
Wempy.
"Kenapa orang Yahudi kaya-kaya? Karena
Yahudi di seluruh dunia bersatu. Uang dari satu Yahudi hanya berputar ke
kalangan Yahudi yang lain. Misalnya ketika ia butuh tukang cat maka ia mencari
tukang cat Yahudi. Ketika ia naik taksi ia hanya naik taksi milik/pengemudi
Yahudi. Ketika ia ingin belajar bisnis maka mereka belajarnya kepada Yahudi
yang lain."
Ustadz Valentino Dinsi mengangguk
membenarkan pernyataan Wempy. Bahwa penting untuk bersatu dan berkolaborasi.
Sehingga untuk memajukan perekonomian umat Islam, tagline yang diusung adalah
"PENGUSAHA MUSLIM BERSATU".
Ustadz Valentino Dinsi mengingatkan,
"Menurut hasil riset, 15 tahun kedepan adalah masa keemasan perekonomian
Indonesia yang mana belum tentu akan terulang kembali dalam 200 tahun ke depan.
Salah satu indikatornya, 2/3 penduduk Indonesia saat ini adalah usia produktif.
Maka dari itu, kaum muslimin yang saat ini belum punya bisnis agar segera
berbisnis. Dan online kan bisnis Anda! Semoga yang saat ini hadir di Majelis
Ta'lim Wirausaha, yang sudah punya bisnis semoga bisnisnya makin sukses makin
berkembang dan yang belum punya bisnis semoga semua punya bisnis yang sukses
dan berkembang. Dan doa kita, makin kaya makin sholeh, tambah kaya tambah takwa
tambah dekat dengan Allah." Aamiin.
Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat
Ahad, 12 April 2015
Catatan dibuat oleh Sidik Gandhi
Artikelnya sangat bagus, terutama pada poin yang mendorong untuk kuliah di luar negeri. Sangat bermanfaat. Terima kasih banyak
ReplyDeleteSama2 gan. Trims sudah berkunjung :)
Delete